Empat Tipologi Hubungan Sains dan Agama
Ian
G. Barbour (2002:47) mencoba memetakan hubungan sains dan agama dengan
membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya. Melalui tipologi
posisi perbincangan tentang hubungan sains dan agama, dia berusaha
menunjukkan keberagaman posisi yang dapat diambil berkenaan dengan
hubungan sains dan agama. Tipologi ini berlaku pada disiplin-disiplin
ilmiah tertentu, salah satunya adalah biologi. Tipologi ini terdiri dari
empat macam pandangan, yaitu: Konflik, Independensi, Dialog, dan
Integrasi yang tiap-tiap variannya berbeda satu sama lain.
Dalam
dunia modern sekarang ini sains merupakan karunia tak tertandingi
sepanjang zaman bagi kehidupan manusia dalam menghadapi segala tuntutan
dan perkembangannya. Dan sudah menjadi kebutuhan manusia yang ingin
mencapai kemajuan dan kesejahteraan hidup, untuk menguasai dan
memanfaatkan sains sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidupnya. Namun,
apakah kemajuan dan kesejahteraan hidup ini menjadi tujuan tunggal atas
penguasaan dan pemanfaatan sains?.
Pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagi hasil aplikasi sains
tampak jelas memberikan kesenangan bagi kehidupan lahiriah manusia
secara luas. Dan manusia telah mampu mengeksploitasi kekayaan-kekayaan
dunia secara besar-besaran. Yang menjadi permasalahan adalah pesatnya
kemajuan itu sering diikuti dengan merosotnya kehidupan beragama (A.
Sahirul Alim,1999:67).
Sebagai
makhluk berakal, tentunya manusia juga sangat menyadari kebutuhannya
untuk memperoleh kepastian, baik ilmiah maupun ideologi. Melalui sains,
manusia berhubungan dengan realitas dalam memahami keberadaan diri dan
lingkungannya. Dan agama menyadarkan manusia akan hubungan keragaman
realitas tersebut, untuk memperoleh derajat kepastian mutlak, yakni
kesadaran kehadiran Tuhan. Keduanya sama-sama penjelajahan realitas.
Namun kualifikasi kebenaran yang bagaimanakah yang diperlukan manusia,
sehingga realitas sains dan agama masih sering dipertentangkan? Untuk
menyelesaikan ketegangan yang terjadi antara sains dan agama dapat
ditinjau berbagai macam varian hubungan yang dapat terjadi antara sains
dan agama. Namun, hendaknya terlebih dahulu dipahami konsep dan
paradigma sains menurut para ilmuwan. Secara terminologi, sains berarti
ilmu pengetahuan yang sistematik dan obyektif serta dapat diteliti
kebenarannya ( M. Ridwan, dkk, 1999:577 ).
Sedangkan
menurut Achmad Baiquni (1995:58) mendefinisikan sains sebagai himpunan
pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para
pakar pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis
yang kritis terhadap data-data pengukuran yang diperoleh dari observasi
pada gejala-gejala alam.
Melalui proses pengkajian yang dapat diterima oleh akal, sains disusun atas dasar intizhar pada
gejala-gejala alamiah yang dapat diperiksa berulang-ulang atau dapat
diteliti ulang oleh orang lain dalam eksperimen laboratorium. Kata intizhar (nazhara)
dapat berarti mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau
observasi dan pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita,
baik yang hidup maupun yang tak bernyawa. (Abuddin Nata, 1993:100).
- http://ahmadsamantho.wordpress.com